Malam itu...
Bulan, bintang, dan seluruh penghuni alam berteriak..
Mungkin hanya aku yang merasakan dan kalian tidak, apalagi kamu..
Aku yakin kamu pasti merasakan kegelisahanku.
Aku yakin kamu pasti merasakan kepanikanku.
Kegelisahan menunggu kabarmu.
Kepanikan menunggu kepastianmu.
Aku butuh kamu, saat itu, saat ini, dan seterusnya.
Gitar saja tidak bisa mengalihkan perhatianku dari smartphone ini.
Kegelisahan ini mengandung arti.
Aku sayang padamu. Lebih dan tulus.
Ingat ya, kamu...
Apapun yang aku perbuat itu semata-mata karena aku,
Sayang.
Cemburu.
Peduli.
Dan yang terkahir,
Aku ingin kamu,
Disini. Disampingku.
Kamu pergi.
Kamu kembali.
Aku pergi.
Aku kembali.
KITA pergi dan KITA pasti kembali.
with love,
SD
My Cappucino
Selasa, 18 September 2012
Selasa, 04 September 2012
End of
*i'm calling..*
"halo yang.. bla bla bla.."
*berantem*
"sayang, pulsa kamu yang"
"iya, kalo kamu mau tutup telponnya, tutup aja.. aku ga papa kok"
"halo.. yang.. yang.. yang.. assalamualaikum".
*calling end*
Aku menelponmu..
Rasanya seperti obat.
Rasanya ingin sekali bertemu dan melakukan aktivitas seperti waktu itu.
Namun, aku teringat oleh jarak.
Di tengah perbincangan kita, aku meminta izinmu merestui rencana ku dengan teman-teman.
Namun, yang ku dapat hanya izinmu untuk tetap tinggal.
Aku tau. Sebenernya aku sudah tau jawabanmu.
Terimakasih kamu sudah menjagaku disana.
Jarak bukanlah alasan untuk berhenti menjaga aku. Aku tau.
Keadaan berubah menjadi seperti Indonesia saat masih dijajah.
Ini bagian yang tidak aku suka.
Seperti ada yang menusuk hatiku.
Aku menyadari sesuatu.
Maaf.
Aku Egois.
Aku selalu bercerita dan tidak mendengarmu bercerita.
Aku terlalu bersemangat bercengkrama denganmu.
Hampir satu tahun ini, aku selalu begitu.
Aku minta maaf.
"kenapa kamu ga mau nutup telp?"
Aku diam.
Tidak berani bicara.
Karena aku merindukanmu. Sangat.
Di akhir perbincangan aku hanya bilang, "yaudah kalo kamu mau tutup telponnya.. aku ga papa.."
Aku mengepalkan tanganku dengan kencang.
Menahan suara tangisanku.
Mungkin kamu tau aku sedang menangis.
Tapi aku tidak ingin kamu mendengarku menangis.
Itu sebabnya aku diam.
Bukannya aku tidak ingin bicara.
Bukannya aku tidak ingin mengeluarkan suara.
Tuhan, aku menyesal.
Aku menyesal menerimanya.
Aku menyesal bertemu dengannya.
Aku menyesal mengawali status "kita".
Aku tidak membiarkannya tertawa.
Aku tidak membiarkannya lepas.
Aku tidak membiarkannya bebas.
Aku tidak membiarkannya bercerita.
Aku memberinya luka.
Tuhan, kenapa aku?
Kenapa aku yang Engkau pertemukan dengannya?
Sekarang Tuhan lihatkan apa yang terjadi dengan "kita"?
Aku selalu menyalahkan.
Tapi aku salah.
Kenapa Engkau membiarkan perasaan ini jadi jauh lebih mendalam?
Aku menyayanginya dengan cara yang salah.
Jika benar begitu, maka hapuslah lukanya dengan seseorang pilihanMu.
Aku tidak apa-apa.
Engkau harus menjaganya untukku, Tuhan.
with love,
SD
"halo yang.. bla bla bla.."
*berantem*
"sayang, pulsa kamu yang"
"iya, kalo kamu mau tutup telponnya, tutup aja.. aku ga papa kok"
"halo.. yang.. yang.. yang.. assalamualaikum".
*calling end*
Aku menelponmu..
Rasanya seperti obat.
Rasanya ingin sekali bertemu dan melakukan aktivitas seperti waktu itu.
Namun, aku teringat oleh jarak.
Di tengah perbincangan kita, aku meminta izinmu merestui rencana ku dengan teman-teman.
Namun, yang ku dapat hanya izinmu untuk tetap tinggal.
Aku tau. Sebenernya aku sudah tau jawabanmu.
Terimakasih kamu sudah menjagaku disana.
Jarak bukanlah alasan untuk berhenti menjaga aku. Aku tau.
Keadaan berubah menjadi seperti Indonesia saat masih dijajah.
Ini bagian yang tidak aku suka.
Seperti ada yang menusuk hatiku.
Aku menyadari sesuatu.
Maaf.
Aku Egois.
Aku selalu bercerita dan tidak mendengarmu bercerita.
Aku terlalu bersemangat bercengkrama denganmu.
Hampir satu tahun ini, aku selalu begitu.
Aku minta maaf.
"kenapa kamu ga mau nutup telp?"
Aku diam.
Tidak berani bicara.
Karena aku merindukanmu. Sangat.
Di akhir perbincangan aku hanya bilang, "yaudah kalo kamu mau tutup telponnya.. aku ga papa.."
Aku mengepalkan tanganku dengan kencang.
Menahan suara tangisanku.
Mungkin kamu tau aku sedang menangis.
Tapi aku tidak ingin kamu mendengarku menangis.
Itu sebabnya aku diam.
Bukannya aku tidak ingin bicara.
Bukannya aku tidak ingin mengeluarkan suara.
Tuhan, aku menyesal.
Aku menyesal menerimanya.
Aku menyesal bertemu dengannya.
Aku menyesal mengawali status "kita".
Aku tidak membiarkannya tertawa.
Aku tidak membiarkannya lepas.
Aku tidak membiarkannya bebas.
Aku tidak membiarkannya bercerita.
Aku memberinya luka.
Tuhan, kenapa aku?
Kenapa aku yang Engkau pertemukan dengannya?
Sekarang Tuhan lihatkan apa yang terjadi dengan "kita"?
Aku selalu menyalahkan.
Tapi aku salah.
Kenapa Engkau membiarkan perasaan ini jadi jauh lebih mendalam?
Aku menyayanginya dengan cara yang salah.
Jika benar begitu, maka hapuslah lukanya dengan seseorang pilihanMu.
Aku tidak apa-apa.
Engkau harus menjaganya untukku, Tuhan.
with love,
SD
Minggu, 02 September 2012
Maaf, aku tidak mengangkat telponmu..
Aku berfikir bahwa kita hanya saling mengenal..
Aku berfikir bahwa kita sudah mencoba..
Aku berfikir bahwa kita hilang saat dikuasai ego..
Di depan kamar terdapat sebuah balkon.. Disitulah aku selalu memikirkan tentang kita..
Di pojok aku duduk, melamunkan yang terbaik untukmu, bukan kita..
Saat senja menyadarkan lamunanku, aku tersadar bahwa senjapun bisa berbicara tentang batinku..
Saat bulan tepat di depan mataku, aku hanya bergumam dalam hati "bulan, bisakah kamu menyerupai wajahnya saat berhadapan denganku?" ternyata.. bulan tidak menjawab.
Hari ini, aku sangat merindukanmu.. Aku ingin kamu menyediakan waktu untukku (bukan sejam, dua jam, 3 jam, 12 jam) sebelum aktivitas membunuh waktu kita berdua. Nyatanya? Tidak perlu ku ceritakan.
Hati ini bergejolak kencang dengan berontak. Tidak pernahkah kamu berpikir bahwa waktu kita akan semakin tersita? Maukah kamu menghabiskan waktu satu hari saja untuk membicarakan masa depan kamu dan hubungan ini? Jawabannya tentu tidak.
Aku telah mempersiapkan diri untuk hidup apa adanya tanpa kamu..
Aku telah mempersiapkan diri untuk hidup dengan percaya kamu..
Aku telah mempersiapkan diri untuk dinomorsepuluhkan olehmu..
Aku telah mempersiapkan meskipun ini hanya proses.
Maaf, aku tidak mengangkat telponmu.
Aku tersadar, kamu memang lebih membutuhkan mereka.
Aku tersadar, tidak bisa disampingmu seperti yang kamu harapkan.
Aku tersadar, mereka lebih bisa membuatmu tertawa tanpa beban dipikiran dan pundakmu.
Aku titipkan kamu ke mereka..
Semoga mereka menjagamu dengan baik dan lebih bisa menuntunmu seperti warna merah jambu yang selalu tergenggam.
Aku mengalah bukan untuk kalah.
With Love,
SD
Aku berfikir bahwa kita sudah mencoba..
Aku berfikir bahwa kita hilang saat dikuasai ego..
Di depan kamar terdapat sebuah balkon.. Disitulah aku selalu memikirkan tentang kita..
Di pojok aku duduk, melamunkan yang terbaik untukmu, bukan kita..
Saat senja menyadarkan lamunanku, aku tersadar bahwa senjapun bisa berbicara tentang batinku..
Saat bulan tepat di depan mataku, aku hanya bergumam dalam hati "bulan, bisakah kamu menyerupai wajahnya saat berhadapan denganku?" ternyata.. bulan tidak menjawab.
Hari ini, aku sangat merindukanmu.. Aku ingin kamu menyediakan waktu untukku (bukan sejam, dua jam, 3 jam, 12 jam) sebelum aktivitas membunuh waktu kita berdua. Nyatanya? Tidak perlu ku ceritakan.
Hati ini bergejolak kencang dengan berontak. Tidak pernahkah kamu berpikir bahwa waktu kita akan semakin tersita? Maukah kamu menghabiskan waktu satu hari saja untuk membicarakan masa depan kamu dan hubungan ini? Jawabannya tentu tidak.
Aku telah mempersiapkan diri untuk hidup apa adanya tanpa kamu..
Aku telah mempersiapkan diri untuk hidup dengan percaya kamu..
Aku telah mempersiapkan diri untuk dinomorsepuluhkan olehmu..
Aku telah mempersiapkan meskipun ini hanya proses.
Maaf, aku tidak mengangkat telponmu.
Aku tersadar, kamu memang lebih membutuhkan mereka.
Aku tersadar, tidak bisa disampingmu seperti yang kamu harapkan.
Aku tersadar, mereka lebih bisa membuatmu tertawa tanpa beban dipikiran dan pundakmu.
Aku titipkan kamu ke mereka..
Semoga mereka menjagamu dengan baik dan lebih bisa menuntunmu seperti warna merah jambu yang selalu tergenggam.
Aku mengalah bukan untuk kalah.
With Love,
SD
Langganan:
Postingan (Atom)